Minggu, 13 April 2014

Selalu Basa-Basi


3 bulan lalu sebelum pulang dari Pati, aku mendengar namannya dari pembicaraan antara kang G. dan si k. si K adalah kawanku pendiri Perserikatan Tukang Sablon Otonom di Blora. "ini ada no 7 dari partai 4 kawannya mas An-Bukan inisial saya- minta tolong untuk menjadi tim suksesnya, aku akan menyanggupinya jika ia bisa mendapatkan data laporan terakhir dari korporasi yang sedang kita lawan, aku memberinya waktu satu bulan untuk mendapatkan data itu."



Sudah dua bulan lebih aku tidak mendapat kabar keberlanjutan itu, aku mengira ia gagal memenuhi salah satu syarat dan kriteria calon yang akan kami dukung, satu minggu sebelum pesta penghabisan uang rakyat dimulai aku baru tahu si no 7 lolos ujiannya kang G.

"Berarti si no 7 ini bisa memenuhi syarat-syarat yang diajukan kang G?" tanyaku kepada si babi yang sedang rebahan di atas kursi panjang bermotif bunga-bunga.
"Kamu sudah tahu soal si no 7 ini?" tanyanya kepadaku. Aku mengiyakan pertanyaannya dan bercerita apa yang kutahu tentang si no 7 ini.
"Iya, ia bisa memenuhi syarat-syarat yang diajukan kang G. padahal banyak caleg pusat yang minta tolong pada kang G, satu pun tidak ada yang lolos bahkan ada yang sampai menginap di Omah K dua sampai tiga hari, agar dikasihani kang G. mungkin." kami pun tertawa.

"Setelah mendapatkan data itu, kami jadi tahu di kubu yang kontra korporasi, siapa saja yang pro pada korporasi, berpura-pura menolak untuk menjadi mata-mata korporasi, banyak nama dari instansi mulai dari tingkat RT sampai Kelurahan yang menjadi mata-mata di massa pro tolak korporasi. Dalam pemilihan caleg tingkat daerah beberapa caleg daerah kabupaten ada yang dibiayai korporasi sebab itu lah kami menjadikan mba A menjadi seorang Caleg untuk menjadi lawan tanding dari caleg pasangan korporasi, semoga jadi, kami yakin Mba A menjadi anggota dewan dan akan mengawal perkembangan pengeksploitasian ini. Berarti kamu sudah bisa memahami perjuangan kami, kami hanya menakutkan jika kabar pencalonan daerah dan pusat ini apa tujuannya tidak bisa tersampai ke masyarakat dan akan menjadi isu, perlawanan masyarakat pegunungan K cuma menjadi alat politik dari partai A B C sampai Z." kami pun tertawa.

"apa cuma itu saja syarat yang diajukan kang G." tanyaku.

"aku juga kurang tahu, namun yang menarik buatku adalah ketika si no 7 ini ditanya oleh kang G. -Kenapa kamu tidak mengurusi partaimu dan mengorganisir massa, kok malah mengurus korban banjir? bukankah pemilu sebentar lagi?- saat itu kan di kota P utara memang terjadi banjir. Aku mengangguk soal banjir yang terjadi di utara kota P. si no 7 menjawab dengan lugu -kalau urusan partai dan mengorganisir massa bisa besok-besok, kalau banjir kan ga bisa ditunda besok-besok-.

"Oh ya? dia jawab begitu?"

"Ya, begitulah jawabannya entah karena lugu atau karena saking baiknya." si babi tertawa. "Si no 7 ini sebenarnya tidak ingin menjadi caleg, dia hanya menerima mandat dari salah seorang penting dalam partai, bisa dibilang dia caleg yang paling miskin, lha wong semua kebutuhan pemilunya adalah sumbangan, itu mobil yang kupakai kan mobil pinjaman dari temannya. Rontek juga spanduk di jalan yang background-nya berwarna putih itu juga sumbangan dari partainya."

Jika memang seperti itu, betapa baiknya dia, namun pergulatan di dalam diriku mulai terjadi, apa aku harus membantunya? sementara aku tidak mau ikut campur urusan apapun soal pemilu apalagi partai, apakah ada kaum anarkis yang ikut membantu pengorganisiran massa untuk partai? jika pernah ada yang ikut, beban moralku tidaklah terlalu berat. Aku semakin bingung dengan langkah apa yang harus aku lakukan, jika tidak kulakukan, perlawanan masyarakat di dalam negara untuk melawan korporasi yang merusak lingkungan dan kehidupan sosial hanya akan jalan di tempat, apakah ini yang disebut penghancuran dari dalam? entahlah aku terlalu pusing untuk mencari jawabannya, semoga langkah yang kuambil ini adalah langkah yang baik. Jika kawan-kawan sampai ada yang tahu aku menjadi tim sukses caleg, aku akan berdalih sedang melakukan penelitian atau sekedar untuk bahan tulisan dan pengalaman.

Pukul delapan malam, aku, setengah pakai dan si babi menuju posko kemenangan di kota minyak, 24 km dari rumahku. kami menghangatkan tubuh di taman seribu lampu dengan menikmati bubur kacang hijau sebelum berdiskusi untuk menyusun strategi pemenangan. "hari ini banyak sekali makanan yang masuk ke dalam perutku." gumamku dalam hati sambil menepuk-nepuk perut yang buncit.

Di posko kemenangan, kami berbasa-basi dan berkenalan dengan tim sukses yang ada di situ, menanyakan perkembangan pengorganisiran orang-orang yang baru kami kenal dan orang-orang yang kami kenal menannyakan kira-kira kemungkinan massa yang akan di dapat dari pengorganisiran di Blora Selatan dan sejauh mana suara no 7 sekarang ini. Setengah pakai mulai mengambil pembicaraan dengan raut muka yang berapi-api memunculkan semangatnya, "Terus terang, di Blora selatan untuk pusat sangat sepi, suara yang terdengar baru no 1 dari partai 5, untuk no 7 sendiri belum menjadi bahan pembicaraan atau menjadi lawan tanding yang berat untuk calon pusat lainnya." semua orang yang ada di situ menyimak apa yang diucapkan Setengah pakai. "Waktu kita sangat mepet, sudah tidak waktunya untuk berbicara berapa angka yang akan kita dapat, yang kita butuhkan adalah kemenangan dengan cara yang ayo kita pikirkan bersama." tawanya mengakhiri pembicaraannya, beberapa orang saling berpandangan seolah mencari kesepakatan dengan yang lainnya yang diam dan ada yang membenarkan atau menyetujui apa yang dikatakan setengah pakai.

Pukul sebelas malam, calon no 7 sampai di posko setelah berkeliling dari daerah tim kemenangannya. kami berkenalan dan berbasa-basi menanyakan perkembangan yang didapat oleh no 7. Dia memanggil pembantunya untuk membuatkan kopi untuk kami, malam itu aku menghabiskan satu gelas kopi hitam dan setengah pakai menghabiskan lima gelas kopi hitam sampai jam 5 pagi. Pembicaraan dimulai dengan perkiraan hasil suara di Blora sekitarnya, Rembang, Grobogan dan Pati. Di pati No 2 dari partai 4 banyak suaranya, sedangkan no 1 dari partai 4 bermain sendiri di Grobogan, kemungkinan mutlak dia menang di sana. Di Rembang sendiri dikuasai oleh partai 7 , suaranya kacau. Dan caleg no 7 dari partai 4 hanya mendapatkan suara di dua desa yang menolak pengeksploitasian pegunungan K saja. Setengah pakai menyarankan agar menjadi tandem caleg daerah, tidak harus dari partai yang sama, semua caleg yang sekiranya massanya banyak dekati terus, seperti caleg A B dan C dan partai 1, 4, 5, dan 7. "Mas No 7 anda bergerak di atas mendekati caleg daerah Kabupaten yang mempunyai massa banyak, seperti si D dari partai 4, atau si C-Z biar kami yang bergerak di bawah, untuk saya sendiri, saya mendapat mandat untuk mengkuningkan di Kabupaten, khususnya Blora Selatan, saya bisa menumpangkan anda dari pengorganisiran yang sudah saya lakukan di daerah. Untuk di Kota, anda dekati saja istri si A yang menjadi caleg sebab massa-nya juga banyak, untuk di dapil kota saya akan mendomplengkan anda di tim kemenangan yang diorganisir kawan dari Blora selatan juga, dan caleg yang dibawa kawan ini akan mutlak menjadi anggota dewan."

Setengah pakai pun menanyakan, kenapa anda mulai bergerak sekarang tidak jauh-jauh hari, "kemarin-kemarin saya sudah jalan melalui struktural partai mas setengah pakai dan melalui tim kemenangan gubernur, saya agak tenang sebab mendengar akan mendapatkan suara yang banyak, namun saat terjun di lapangan, suara saya sama sekali tidak ada. Dan kemarin-kemarin saya juga sempat mengurusi banjir di utara kota P." jawab no 7. Setengah pakai menatap no 7 dengan pandangan yang meremehkan, memang dia seperti itu saat sedang berbicara serius dengan lawan bicaranya.

"Struktural partai 4, itu sudah macet dan tidak berfungsi mas no 7, saya tahu akan hal ini. sebab partai 4 tidak memelihara kader-kadernya jadi mereka melompat menjadi kader partai lain yang menurutnya masih sejalan dengan partai 4, anda akan sia-sia jika mengandalkan struktural partai 4."

Satu persatu dari kami mulai meninggalkan pembicaraan, rasa lelah dan kantuk menutupi wajah mereka yang terlihat kuyu, satu persatu berpamitan untuk tidur, sampai pukul 6 pagi hanya tinggal aku, setengah pakai, si babi, no 7 dan adik no 7 yang bertahan menyusun strategi, dalam pembicaraan itu, aku menjadi pendiam yang aktif, mengamati apa yang mereka bicarakan, gerak mereka yang tidak luput dari pandanganku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar